Holla... akhirnya bisa kembali menulis di Blog ini setelah kemarin baby blues selama sebulan (apa masih baby blues yah sampe sekarang) haha. Nanti saya bahas di lain waktu soal baby blues (soalnya gak tau juga, masih baby blues atau enggak).
Jadi, kali ini yang mau saya bahas adalah soal ASI. Belakangan ini kan dimana-mana orang lagi gempur-gempurnya kampanya soal ASIX. Asi eksklusif selama 6 bulan tanpa tambahan apapun. Tapi yang lucunya, waktu saya tanya pembantu saya, di kampung betawi belakang rumah, ternyata rata-rata ibunya pada kasih sufor. Hmmm.. kenapa kasih sufor ?? padahal untuk beli pampers pun mereka ga mampu. Sufor kan mahal dan ASI adalah gratis ??
Saya pikir-pikir pengalaman saya dalam berjuang memberikan ASI kepada bayi saya (Danella Nada Brama), ternyata memang bukan hal yang mudah dan ternyata, ASI itu nggak gratis juga !!
Kenapa saya bilang enggak gratis. Saya ga tau yah kalau ibu-ibu yang bisa dengan mudah ASInya langsung ngucur, mungkin enggak ada masalah. Dan memang berasa untungnya pake ASI. Tapi buat saya, ibu-ibu yang ASInya senen-kemis, untuk bisa menghasilkan ASI yang diinginkan anak saya, ternyata butuh perjuangan jiwa raga.
Apa aja tuh perjuangannya, satu, mesti minum ASI booster. ASI mungkin gratis, tapi boosternya, jelas enggak gratis, mesti bayar dan belom tentu cocok sama si ibu. Trus mesti pijat payudara seminggu sekali. Dan yups, itu ga gratis. itu mesti bayar. Terakhir, bolak balik ke konselor laktasi untuk menyelesaikan segala problematika persusuan ini, dan yaaa... udah tau kan, ga mungkin tuh konselor laktasi gratisan. Belom lagi waktu, tenaga dan pikiran yang mesti dicurahkan 100% untuk anak.
Bagi saya yang pekerja, saya punya waktu 3 bulan untuk tetep terima gaji, tapi bisa ngurus anak. Atau untuk para ibu rumah tangga yang suaminya bekerja, mereka juga bisa fokus memberikan waktunya untuk si baby sementara suami bekerja dan memenuhi kebutuhan rumah tangga. Tapi gimana dengan orang-orang di kampung yang ga bisa cuti melahirkan (istilahnya, gak kerja, ga makan), atau yang punya suami, tapi suaminya kerjanya on and off atau bahkan ga kerja sama sekali.
Manalah bisa mereka mengeluarkan extra dana untuk beli ASI booster yang belum tentu ngefek, atau pijat payudara atau bahkan ke dokter laktasi. Plus, mereka juga tidak punya waktu kan untuk berkonsentrasi menyusui anaknya sambil terus merasa happy dan berpikiran positif supaya hormon-hormonnya bisa menghasilkan ASI dalam jumlah banyak.
Oke... gue bukannya mau jadi pro sufor. Walaupun setelah 1 bulan, saya akhirnya menyerah dan mencampur ASI dengan sufor (walaupun tetap diusahakan banyakan ASInya). Tapi disini, gue mencoba curhat, bahwa kampanye ASIX itu bener-bener bikin stress. Ibu-ibu yang suka posting bahwa ASInya mancur-mancur itu juga bikin stress. Kengototan para konselor laktasi bahwa ASI anda cukup bu sementara bayinya nangis mulu, juga bikin stress.
Maksud gue, come on.. ayolah lebih relax sedikit dalam menghadapi masalah per-ASI-an ini sendiri. Toh generasi saya (yang sekarang baru pada menikah dan menjadi ibu), kebanyakan juga dulu diminumin sufor dan kita semua baik-baik aja kan ?? Pinter-pinter aja kan ?? Jadi ayolah.. santai sedikit soal masalah ASIX ini.
Stop judging siapapun yang memutuskan menambah atau memberikan 100% sufor kepada anaknya. Stop menyalahkan para ibu yang merasa tidak mampu memberikan ASI sebanyak yang diinginkan bayinya. Stop memaksakan para ibu dengan mengatakan bahwa ASI-anda-cukup-bu.
Please !! Stop doing that !!
Karena itu semua bukannya bikin semangat, tapi cuma bikin stress. Saya sendiri tipe orang yang gtu tau kalau dokter anak saya ternyata sangat pro ASI, langsung berasa jiper. Saya bukannya mau kasih sufor buat anak saya. Sampai hari ini pun saya tetap berusaha memberikan ASI sebanyak mungkin. Kuantitas ASI saya juga perlahan tapi pasti meningkat walaupun tidak signifikan. Tapi saya tidak mau dipaksa terus memberikan ASI sementara bayi saya menangis kehausan. Buat saya, yang terpenting adalah anak saya bahagia. Saya ga tega ngeliat bayi saya nyusu, nangis dan akhirnya ketiduran karena kelelahan ngisep puting yang alirannya lambat ini. Rasanya kok yah kayak cerita jaman nabi dulu yang ada seorang ibu-ibu ngerebus batu untuk nenangin anaknya yang kelaparan, dan membiarkan anaknya itu ketiduran karena kelelahan nunggu makanan. Saya ga sampai hati melakukan itu ke anak saya.
Jadi pembahasan kali ini purely hanya curahan hati saya. Pasti banyak ibu-ibu yang ga setuju sama saya. Yang merasa bahwa seharusnya saya lebih meyakinkan diri saya bahwa ASI saya cukup. Tapi maaf, buat saya, ASI adalah anugrah dari ALLAH. Berapa pun banyak uang saya, saya tidak bisa membeli ASI karena ASI itu seperti rezeki mendapatkan keturunan. Jika Allah berkehendak, maka banyaklah ASI saya, jika tidak, ya seret2 aja...
Saya bersyukur punya ibu dan suami yang selalu mendukung saya. Semua karena mereka melihat perjuangan saya dalam memberikan ASI kepada putri saya. Mereka melihat betapa stressnya saya setiap kali menyusui putri saya, sampai akhirnya saya menaruh kaleng sufor di dapur. Setelah menaruh kaleng sufor, saya menjadi lebih tenang. Ketika saya lebih tenang, produksi ASI saya bisa menjadi lebih lancar. Saya juga bisa berfikir lebih jernih. Karena saya tau, jika ada apa-apa, minimal anak saya tidak akan kelaparan.
Jadi... ASI itu sebetulnya mahal atau murah ?? :)
Jadi, kali ini yang mau saya bahas adalah soal ASI. Belakangan ini kan dimana-mana orang lagi gempur-gempurnya kampanya soal ASIX. Asi eksklusif selama 6 bulan tanpa tambahan apapun. Tapi yang lucunya, waktu saya tanya pembantu saya, di kampung betawi belakang rumah, ternyata rata-rata ibunya pada kasih sufor. Hmmm.. kenapa kasih sufor ?? padahal untuk beli pampers pun mereka ga mampu. Sufor kan mahal dan ASI adalah gratis ??
Saya pikir-pikir pengalaman saya dalam berjuang memberikan ASI kepada bayi saya (Danella Nada Brama), ternyata memang bukan hal yang mudah dan ternyata, ASI itu nggak gratis juga !!
Kenapa saya bilang enggak gratis. Saya ga tau yah kalau ibu-ibu yang bisa dengan mudah ASInya langsung ngucur, mungkin enggak ada masalah. Dan memang berasa untungnya pake ASI. Tapi buat saya, ibu-ibu yang ASInya senen-kemis, untuk bisa menghasilkan ASI yang diinginkan anak saya, ternyata butuh perjuangan jiwa raga.
Apa aja tuh perjuangannya, satu, mesti minum ASI booster. ASI mungkin gratis, tapi boosternya, jelas enggak gratis, mesti bayar dan belom tentu cocok sama si ibu. Trus mesti pijat payudara seminggu sekali. Dan yups, itu ga gratis. itu mesti bayar. Terakhir, bolak balik ke konselor laktasi untuk menyelesaikan segala problematika persusuan ini, dan yaaa... udah tau kan, ga mungkin tuh konselor laktasi gratisan. Belom lagi waktu, tenaga dan pikiran yang mesti dicurahkan 100% untuk anak.
Bagi saya yang pekerja, saya punya waktu 3 bulan untuk tetep terima gaji, tapi bisa ngurus anak. Atau untuk para ibu rumah tangga yang suaminya bekerja, mereka juga bisa fokus memberikan waktunya untuk si baby sementara suami bekerja dan memenuhi kebutuhan rumah tangga. Tapi gimana dengan orang-orang di kampung yang ga bisa cuti melahirkan (istilahnya, gak kerja, ga makan), atau yang punya suami, tapi suaminya kerjanya on and off atau bahkan ga kerja sama sekali.
Manalah bisa mereka mengeluarkan extra dana untuk beli ASI booster yang belum tentu ngefek, atau pijat payudara atau bahkan ke dokter laktasi. Plus, mereka juga tidak punya waktu kan untuk berkonsentrasi menyusui anaknya sambil terus merasa happy dan berpikiran positif supaya hormon-hormonnya bisa menghasilkan ASI dalam jumlah banyak.
Oke... gue bukannya mau jadi pro sufor. Walaupun setelah 1 bulan, saya akhirnya menyerah dan mencampur ASI dengan sufor (walaupun tetap diusahakan banyakan ASInya). Tapi disini, gue mencoba curhat, bahwa kampanye ASIX itu bener-bener bikin stress. Ibu-ibu yang suka posting bahwa ASInya mancur-mancur itu juga bikin stress. Kengototan para konselor laktasi bahwa ASI anda cukup bu sementara bayinya nangis mulu, juga bikin stress.
Maksud gue, come on.. ayolah lebih relax sedikit dalam menghadapi masalah per-ASI-an ini sendiri. Toh generasi saya (yang sekarang baru pada menikah dan menjadi ibu), kebanyakan juga dulu diminumin sufor dan kita semua baik-baik aja kan ?? Pinter-pinter aja kan ?? Jadi ayolah.. santai sedikit soal masalah ASIX ini.
Stop judging siapapun yang memutuskan menambah atau memberikan 100% sufor kepada anaknya. Stop menyalahkan para ibu yang merasa tidak mampu memberikan ASI sebanyak yang diinginkan bayinya. Stop memaksakan para ibu dengan mengatakan bahwa ASI-anda-cukup-bu.
Please !! Stop doing that !!
Karena itu semua bukannya bikin semangat, tapi cuma bikin stress. Saya sendiri tipe orang yang gtu tau kalau dokter anak saya ternyata sangat pro ASI, langsung berasa jiper. Saya bukannya mau kasih sufor buat anak saya. Sampai hari ini pun saya tetap berusaha memberikan ASI sebanyak mungkin. Kuantitas ASI saya juga perlahan tapi pasti meningkat walaupun tidak signifikan. Tapi saya tidak mau dipaksa terus memberikan ASI sementara bayi saya menangis kehausan. Buat saya, yang terpenting adalah anak saya bahagia. Saya ga tega ngeliat bayi saya nyusu, nangis dan akhirnya ketiduran karena kelelahan ngisep puting yang alirannya lambat ini. Rasanya kok yah kayak cerita jaman nabi dulu yang ada seorang ibu-ibu ngerebus batu untuk nenangin anaknya yang kelaparan, dan membiarkan anaknya itu ketiduran karena kelelahan nunggu makanan. Saya ga sampai hati melakukan itu ke anak saya.
Jadi pembahasan kali ini purely hanya curahan hati saya. Pasti banyak ibu-ibu yang ga setuju sama saya. Yang merasa bahwa seharusnya saya lebih meyakinkan diri saya bahwa ASI saya cukup. Tapi maaf, buat saya, ASI adalah anugrah dari ALLAH. Berapa pun banyak uang saya, saya tidak bisa membeli ASI karena ASI itu seperti rezeki mendapatkan keturunan. Jika Allah berkehendak, maka banyaklah ASI saya, jika tidak, ya seret2 aja...
Saya bersyukur punya ibu dan suami yang selalu mendukung saya. Semua karena mereka melihat perjuangan saya dalam memberikan ASI kepada putri saya. Mereka melihat betapa stressnya saya setiap kali menyusui putri saya, sampai akhirnya saya menaruh kaleng sufor di dapur. Setelah menaruh kaleng sufor, saya menjadi lebih tenang. Ketika saya lebih tenang, produksi ASI saya bisa menjadi lebih lancar. Saya juga bisa berfikir lebih jernih. Karena saya tau, jika ada apa-apa, minimal anak saya tidak akan kelaparan.
Jadi... ASI itu sebetulnya mahal atau murah ?? :)
Komentar
Posting Komentar